Hampir semua masyarakat Indonesia sudah tahu tentang dongeng si
kabayan. Cerita rakyat si kabayan memang sangat populer, bahkan banyak
cerita rakyat si kabayan diangkat menjadi Film layar lebar.
Sebagian besar orang yang pernah mendengar dongeng sunda si kabayan
menyukai cerita rakyat dari Jawa Barat ini. Apalagi film layar lebarnya
diperankan oleh seorang legenda seni peran Indonesia yaitu almarhum Didi
Petet. Dongeng Kabayan yang Kakak ceritakan pada kesempatan ini, Kakak
ambil dari kumpulan dongeng si kabayan yang banyak sekali jumlahnya.
Koleksi yang Kakak miliki sebagian dongeng si kabayan basa sunda dan
sebagian lagi dongeng si kabayan bahasa indonesia. Tentunya kalian sudah
tidak sabar mengikuti kisah si kabayan yang pintar, lugu tetapi
pemalas. Ini dia kisah lengkapnya
Kumpulan Dongeng Si Kabayan - Cerita Rakyat Sunda (Jawa Barat)
Tersebutlah
seorang lelaki di tanah Pasundan pada masa lampau. Si Kabayan namanya.
Ia lelaki yang pemalas namun memiliki banyak akal. Banyak akal pula
dirinya meski akalnya itu kerap digunakannya untuk mendukung
kemalasannya. Si Kabayan telah beristri. Nyi Iteung nama istrinya.
Pada
suatu hari Si Kabayan disuruh mertuanya untuk mengambil siput-siput
sawah. Si Kabayan melakukannya dengan malas-malasan. Setibanya di sawah,
ia tidak segera mengambil siput-siput sawah yang banyak terdapat di
sawah itu, melainkan hanya duduk-duduk di pematang sawah.
Lama
ditunggu tidak kembali, mertua Si Kabayan pun menyusul ke sawah.
Terperanjatlah ia mendapati Si Kabayan hanya duduk di pematang sawah.
"Kabayan! Apa yang engkau lakukan? Mengapa engkau tidak segera turun ke
sawah dan mengambil tutut-tutut (Siput) itu?"
"Abah-abah (Bapak),
aku takut turun ke sawah karena sawah ini sangat dalam. Lihatlah, Bah,
begitu dalamnya sawah ini hingga langit pun terlihat di dalamnya," jawab
Si Kabayan.
Mertua Si Kabayan menjadi geram. Didorongnya tubuh Si Kabayan hingga menantunya itu terjatuh ke sawah.
Si
Kabayan hanya tersenyum-senyum sendiri seolah tidak bersalah. "Ternyata
sawah ini dangkal ya, Bah?" katanya dengan senyum menyebalkannya. Ia
pun lantas mengambil siput-siput sawah yang banyak terdapat di sawah
itu.
Pada hari yang lain mertua Si Kabayan menyuruh Si Kabayan
untuk memetik buah nangka yang telah matang. Pohon nangka itu tumbuh di
pinggir sungai dan batangnya menjorok di atas sungai. Si Kabayan
sesungguhnya malas untuk melakukannya. Hanya setelah mertuanya terlihat
marah, Si Kabayan akhirnya menurut. Ia memanjat batang pohon. Dipetiknya
satu buah nangka yang telah masak. Sayang, buah nangka itu terjatuh ke
sungai. Si Kabayan tidak buru-buru turun ke sungai untuk mengambil buah
nangka yang terjatuh. Dibiarkannya buah nangka itu hanyut.
Mertua
Si Kabayan terheran-heran melihat Si Kabayan pulang tanpa membawa buah
nangka. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan raut wajah jengkel. "Mana
buah nangka yang kuperintahkan untuk dipetik?"
Dengan wajah polos
seolah tanpa berdosa, Si Kabayan menukas, "Lho? Bukankah buah nangka itu
tadi telah kuminta untuk berjalan duluan? Apakah buah nangka itu belum
juga tiba?"
"Bagaimana maksudmu, Kabayan?"
"Waktu kupetik,
buah nangka itu jatuh ke sungai. Rupanya ia ingin berjalan sendirian.
Maka, kubiarkan ia berjalan dan kusebutkan agar ia lekas pulang ke
rumah. Kuperingatkan pula agar ia segera membelok ke rumah ini. Dasar
nangka tua tak tahu diri, tidak menuruti perintahku pula!"
"Ah,
itu hanya alasanmu yang mengada-ada saja, Kabayan!" mertua Si Kabayan
bersungut-sungut. "Bilang saja kalau kamu itu malas membawa nangka itu
ke rumah!"
Si Kabayan hanya tertawa-tawa meski dimarahi mertuanya.
Pada
waktu yang lain mertua Si Kabayan mengajak menantunya yang malas lagi
bodoh itu untuk memetik kacang koro di kebun. Mereka membawa karung
untuk tempat kacang koro yang mereka petik. Baru beberapa buah kacang
koro yang dipetiknya, Si Kabayan telah malas untuk melanjutkannya. Si
Kabayan mengantuk. Ia pun lantas tidur di dalam karung.
Ketika
azan Dhuhur terdengar, mertua Si Kabayan menyelesaikan pekerjaannya. Ia
sangat keheranan karena tidak mendapati Si Kabayan bersamanya. "Dasar
pemalas!" gerutunya. "Ia tentu telah pulang duluan karena malas membawa
karung berisi kacang koro yang berat!"
Mertua Si Kabayan terpaksa
menggotong karung berisi Si Kabayan itu kembali ke rumah. Betapa
terperanjatnya ia saat mengetahui isi karung yang dipanggulnya itu bukan
kacang koro, melainkan Si Kabayan!
"Karung ini bukan untuk
manusia tapi untuk kacang koro!" omel mertua Si Kabayan setelah
mengetahui Si Kabayan lah yang dipanggulnya hingga tiba di rumah.
Keesokan
harinya mertua Si Kabayan kembali mengajak menantunya itu untuk ke
kebun lagi guna memetik kacang-kacang koro. Mertua Si Kabayan masih
jengkel dengan kejadian kemarin. Ia ingin membalas dendam pada Si
Kabayan. Ketika Si Kabayan sedang memetik kacang koro, dengan diam-diam
mertua Si Kabayan masuk ke dalam karung dan tidur. Ia ingin Si Kabayan
memanggulnya pulang seperti yang diperbuatnya kemarin.
Dongeng Si Kabayan Cerita Rakyat Sunda Jawa Barat
Adzan
Dhuhur terdengar dari surau di kejauhan. Si Kabayan menghentikan
pekerjaannya. Dilihatnya mertuanya tidak bersamanya. Ketika ia melihat
ke dalam karung, ia melihat mertuanya itu tengah tertidur. Tanpa banyak
bicara, Si Kabayan lantas mengikat karung itu dan menyeretnya.
Terperanjatlah
mertua Si Kabayan mendapati dirinya diseret Si Kabayan. Ia pun
berteriak-teriak dari dalam karung, "Kabayan! Ini Abah! Jangan engkau
seret Abah seperti ini!"
Namun, Si Kabayan tetap saja menyeret
karung berisi mertuanya itu hingga tiba di rumah. Katanya seraya
menyeret, "Karung ini untuk tempat kacang koro, bukan untuk manusia.”
Karena
kejadian itu mertua Si Kabayan sangat marah kepada Si Kabayan. Ia
mendiamkan Si Kabayan. Tidak mau mengajaknya berbicara dan bahkan
melengoskan wajah jika Si Kabayan menyapa atau mengajaknya bicara. Ia
terlihat sangat benci dengan menantunya yang malas lagi banyak alasan
itu.
Si Kabayan menyadari kebencian mertuanya itu kepadanya.
Bagaimanapun juga ia merasa tidak enak diperlakukan seperti itu. Ia
lantas mencari cara agar mertuanya tidak lagi membenci dirinya.
Ditemukannya cara itu. Ia pun bertanya pada istrinya perihal nama asli
mertuanya.
"Mengetahui nama asli mertua itu pantangan, Akang!" kata Nyi Iteung memperingatkan. "Bukankah Akang sudah tahu masalah ini?"
Si
Kabayan berusaha membujuk. Disebutkannya jika ia hendak mendoakan
mertuanya itu agar panjang umur, selalu sehat, murah rejeki, dan jauh
dari segala mara bahaya. "Jika aku tidak mengetahui nama Abah, bagaimana
nanti jika doaku tidak tertuju kepada Abah dan malah tertuju kepada
orang lain?"
Nyi Iteung akhirnya bersedia memberitahu jika
suaminya itu berjanji untuk tidak menyebarkan rahasia itu. katanya,
"Nama Abah yang asli itu Ki Nolednad. Ingat, jangan sekali-kali engkau
sebutkan nama Abah itu kepada siapa pun!"
Setelah mengetahui nama
ash mertuanya, Si Kabayan lantas mencari air enau yang masih mengental.
Diambilnya pula kapuk dalam jumlah yang banyak. Si Kabayan menuju lubuk,
tempat mertuanya itu biasa mandi. Ia lantas membasahi seluruh tubuhnya
dengan air enau yang kental dan menempelkan kapuk di sekujur tubuhnya.
Si Kabayan kemudian memanjat pohon dan duduk di dahan pohon seraya
menunggu kedatangan mertuanya yang akan mandi.
Ketika mertuanya
sedang asyik mandi, Si Kabayan lantas berseru dengan suara yang
dibuatnya terdengar lebih berat, "Nolednad! Nolednad!"
Mertua Si
Kabayan sangat terperanjat mendengar namanya dipanggil. Seketika ia
menatap arah sumber suara pemanggilnya, kian terperanjatlah ia ketika
melihat ada makhluk putih yang sangat menyeramkan pada pandangannya. "Si
siapa engk ... engkau itu?" tanyanya terbata-bata.
"Nolednad, aku
ini Kakek penunggu lubuk ini." kata Si Kabayan. "Aku peringatkan
kepadamu Nolednad, hendaklah engkau menyayangi Kabayan karena ia cucu
kesayanganku. Jangan berani-berani engkau menyia-nyiakannya. Urus dia
baik-baik. Urus sandang dan pangannya. Jika engkau tidak melakukan
pesanku ini, niscaya engkau tidak akan selamat!"
Mertua Si Kabayan
sangat takut mendengar ucapan 'Kakek penunggu lubuk' itu.Ia pun
berjanji untuk melaksanakan pesan 'Kakek penunggu lubuk' itu.
Sejak
saat itu mertua Si Kabayan tidak lagi membenci Si Kabayan. Disayanginya
menantunya itu. Dicukupinya kebutuhan sandang dan pangan Si Kabayan.
Bahkan, dibuatkannya pula rumah, meski kecil, untuk tempat tinggal
menantunya tersebut.
Setelah mendapatkan perlakuan yang sangat
baik dari mertuanya, Si Kabayan juga sadar akan sikap buruknya selama
itu. Ia pun mengubah sikap dan perilakunya. Ia tidak lagi malas-malasan
untuk bekerja. Ia pun bekerja sebagai buruh. Kehidupannya bersama
istrinya membaik yang membuat istrinya itu bertambah sayang kepadanya.
Si Kabayan juga bertambah sayang kepada Nyi Iteung seperti sayangnya
kepada mertuanya yang tetap baik perlakuan terhadapnya. Mertuanya tetap
menyangka Si Kabayan sebagai cucu 'Kakek penunggu lubuk'. Ki Nolednad
sangat takut untuk memusuhi atau menyia-nyiakan Si Kabayan karena takut
tidak akan selamat dalam hidupnya seperti yang telah dipesankan 'Kakek
penunggu lubuk'!