Saturday, 6 February 2016

Asal Usul Talaga Warna

Asal Usul Telaga Warna (Cerita Rakyat Jawa Barat)



Dahulu kala sebuah kerajaan berdiri di Jawa Barat. Kerajaan itu diperintah oleh seorang prabu yang arif bijaksana. Rakyatnya hidup sejahtera.

Sayang sekali Prabu dan permaisurinya tidak dikaruniai keturunan. Bertahun-tahun mereka menunggu kehadiran seorang anak, hingga sang Prabu memutuskan untuk pergi ke hutan dan berdoa. Ia memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk memberinya keturunan.

Seluruh kerajaan ikut bergembira ketika akhirnya doa Prabu dan Permaisuri dikabulkan. Permaisuri mengandung dan melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik.

Puteri tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Karena ia puteri satu-satunya dan kelahirannya dulu begitu lama dinantikan, ia sangat dimanja. Semua keinginannya dituruti.

Sekarang sang puteri sudah dewasa. Sebentar lagi ia akan berusia tujuh belas tahun. Rakyat kerajaan mengumpulkan banyak sekali hadiah untuk puteri tercinta mereka. Sang Prabu mengumpulkan semua hadiah dari rakyat dan berniat akan membagi-bagikannya kembali kepada mereka.

Ia hanya menyisihkan sedikit perhiasan emas dan beberapa batu permata. Ia kemudian meminta tukang perhiasan untuk melebur emas itu dan membuatnya menjadi sebuah kalung permata yang indah untuk puterinya.

Pada hari ulang tahun sang puteri, Prabu menyerahkan kalung itu.

“Puteriku, sekarang kau sudah dewasa. Lihatlah kalung yang indah ini. Kalung ini hadiah dari rakyat kita. Mereka sangat menyayangimu. “

“Pakailah kalung ini, nak.”

Rakyat kerajaan sengaja datang berduyun-duyun untuk melihat sang puteri pada hari ulang tahunnya. Mereka ingin melihat kalung yang sangat elok bertaburan batu permata berwarna-warni itu menghias leher puteri kesayangan mereka.

Puteri hanya melirik kalung itu sekilas.

Prabu dan Permaisuri membujuknya agar mau mengenakan kalung itu.

“Aku tidak mau,’ jawab puteri singkat.

“Ayolah, nak,” kata permaisuri, ia mengambil kalung itu hendak memakaikannya di leher puterinya. Namun puteri menepis tangan permaisuri hingga kalung itu terbanting ke lantai.

“Aku tak mau memakainya! Kalung itu jelek! Jelek!” jeritnya sambil lari ke kamarnya.

Permaisuri dan semua yang hadir terpana. Kalung warna-warni yang indah itu putus dan permatanya berserakan di lantai.

Permaisuri terduduk dan mulai menangis. Lambat laun semua wanita ikut menangis, bahkan para pria pun ikut menitikkan air mata. Mereka tak pernah mengira puteri yang sangat mereka sayangi dapat berbuat seperti itu.

Tiba-tiba di tempat kalung itu jatuh muncul sebuah mata air yang makin lama makin besar hingga istana tenggelam. Tak hanya itu, seluruh kerajaan tergenang oleh air, membentuk sebuah danau yang luas.

Danau itu sekarang tidak seluas dulu. Airnya nampak berwarna-warni indah karena pantulan warna langit dan pohon-pohonan di sekelilingnya. Namun orang percaya bahwa warna-warna indah danau itu berasal dari kalung sang puteri yang ada di dasarnya.

Danau itu disebut Telaga Warna, letaknya di daerah Puncak, Jawa Barat.

Kesetiaan Seekor Harimau

KESETIAAN SEEKOR HARIMAU (Cerita Rakyat dari Jawa Barat)

Pada jaman dahulu, ada sepasang suami istri di Tasikmalaya. Kehidupan mereka cukup tentram dan bahagia. Pada suatu hari mereka menemukan seekor harimau kecil yang ditinggal mati oleh induknya. Harimau itu dipelihara oleh oleh mereka, dididik dan diperlakukan seperti anggota keluarga sendiri. Ternyata hewan itu tahu diri, ia menjadi penurut kepada sepasang suami istri itu. Harimau pun tumbuh menjadi besar, ia cerdas dan tangkas.Kemudian sepasang suami istri itu menamainya Si Loreng.

Demikian erat hubungan Si Loreng dengan suami istri itu sehingga ia dapat mengerti kata-kata yang diucapkan suami istri itu. Kalau ia disuruh pasti menurut dan mengerjakan perintah suami istri itu dengan baik.

Suami istri yang bekerja sebagai petani itu semakin berbahagia ketika lahir anak mereka seorang bayi laki-laki yang sehat dan menyenangkan. Inilah saat bahagia yang mereka tunggu-tunggu sejak lama. Apabila mereka pergi bekerja ke sawah, bayinya ditinggal di rumah. Si Loreng ditugaskan untuk menjaga keselamatan bayi itu. Hal ini berlangung selama beberapa bulan.

Sepasang suami istri itu semakin sayang kepada Si Loreng kerna hewan itu ternyata dapat dipercaya menjaga keselamatan anak mereka.

Pada suatu siang yang terik, istri petani pergi ke sawah untuk mengirim makanan kepada suaminya. Melihat kedatangan istrinya si suami segera menghentikan pekerjaannya. Disana si suami melahap makanan yang dihidangkan istrinya.

Baru saja setelah makan dan minum, tiba-tiba mereka mendengar suara gerengan si Loreng. Si Loreng nampak lari pontang-pantin melewati pematang sawah terus menuju dangau. Si Loreng mengibaskan ekorna berkali-kali dengan lembut sembari menggosok-gosokkan badannya kepada suami istri itu.

"Kakang, mengapa tingkah Si Loreng tidak seperti biasanya?", tanya si istri.

"Iya Istriku... Aneh sekali. Ada apa gerangan?" sahut sang suami.

"Kakang lihat!!! Mulut Si Loreng penuh dengan darah!!!!", teriak sang istri

Sang suami tersentak kaget, mulut Si Loreng memang berlumuran darah.

"Loreng...? Jangan-jangan kau telah menerkam anakku. Kau telah membunuh anakku!!" kata sang suami.

Si Loreng menggeleng-gelengkan kepalanya, sehingga darah dibagian mulutnya berhamburan. Si suami seketika meluap amarahnya. Ia segera mencabut goloknya dan memenggal kepala Si Loreng. Si Loreng tak menduga disreang secara tiba-tiba sehinnga ia pun tak sempat mengelak. Harimau itu mengeram kesakitan, ia tidak melawan, hanya sepasang matanya memandang kearah sepasang suami istri itu dengan penuh rasa penasaran. Karena hewan itu belum mati, si suami segera mengayunkan goloknyadengan penuh kemarahan hingga tiga kali. Putuslah leher Si Loreng dari badannya. Hewan itu tewas dengan cara mengenaskan.

"Kakang! Cepat kita Pulang!"

Mereka segera berlari ke rumahnya.

Sampai di rumah, mereka mendapati anaknya masih berada dalam ayunannya. Bayi itu nampak tertidur nyenyak. Dirabanya tubuh anak itu, diguncang-guncang tubuhnya. Si bayi pun terbangun dan tersenyum melihat kedatangan orang tuanya.

Kedua suami istri itu bersyukur karena bayinya selamat dan masih hidup. Setelah puas memandangi anaknya, mereka merasa lega atas keselamatan anaknya. Kini mereka celingukan, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Perhatian mereka terpusat pada tempat sekitar ayunan anaknya bagian bawah. Mereka mendapatkan bangkai seekor ular yang sangat besar berlumuran darah tergeletak di bawah ayunan. Sadarlah kedua suami istri itu bahwa Si Loreng telah berjasa menyelamatkan jiwa anaknya dari bahaya, yaitu dari serangan ular besar.

Mereka sangat menyesal, terlebih sang suami karena telah tergesa-gesa membunuh harimau kesayangannya.

Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita agar tidak bertindak gegabah. Berpikirlah dengan cermat sebelum mengambil tindakan yang nantinya merugikan.

Monday, 28 December 2015

Ceita Ciung Wanara (Cerita Nusantara)

Legenda Ciung Wanara (Cerita rakyat Pasundan)


Syahdan, dahulu kala berdiri sebuah Kerajaan di Tatar pasundan Jawa barat yang bernama kerajaan Galuh. Pada masa itu raja yang memegang tampuk kepemimpinan bernama Raden Barma Wijaya Kusumah. Sang raja memiliki dua orang permaisuri.  Yang pertama bernama Nyimas Dewi Naganingrum dan yang kedua bernama Nyimas Dewi Pangrenyep. Dan pada waktu itu kedua permaisuri tersebut sedang dalam keadaan mengandung.
Hingga tibalah saat melahirkan, Dewi pangrenyep melahirkan terlebih dahulu. Dari rahimnya lahirlah seorang bayi laki-laki yang sangat lucu dan tampan, yang kemudian diberi nama Hariangbanga. Tidak lama berselang tibalah saatnya Dewi Naganingrumpun melahirkan, pada saat Dewi Naganingrum melahirkan yang bertindak sebagai bidan(Paraji_Sunda) adalah Dewi Pangrenyep. Dari rahim Dewi Naganingrumpun lahirlah seorang bayi laki-laki yang tak kalah lucu dan tampan.
Entah iblis apa yang merasuki Dewi pangrenyep, ternyata dibalik kesediaannya dan kebaikannya mau membantu menolong persalinan kepada Dewi Naganingrum itu terselip rencana jahat dan sangat keji. Ternyata selama ini Dewi Pangrenyep tidak menginginkan seorang istri pesaing bagi dirinya, karena jika ada permaisuri lain maka kelak takhta kerajaan pun akan terbagi menjadi dua dan itu sangat tidak di inginkannya. Niat busuknya sudah disusun dan disiapkan sejak lama, agar semua berjalan sesuai dengan apa yang di inginkannya.
Pangrenyep ingin Dewi Nganingrum terbuang dari Istana, terusir secara hina dan nista, dan terpisah jauh dari anaknya, “...hhhmmmm rasakan bagaimana sakit dan pedihnya kau terpisah dari anakmu dan terusir dari kerataon dengan hina...!”.  Bisik hati jahat Pangrenyep, sambil terus berusaha membantu proses persalinan Dewi Naganingrum, karena memang ini saat yang ditunggu-tunggunya untuk melancarkan aksi jahat dan busuknya tersebut.
Tanpa sepengetahuan Dewi Naganingrum, bayi laki-lakinya yang lucu dan tampan itu telah ditukarnya dengan seekor anak anjing, sedangkan bayi yang sebenarnya telah dimasukannya kedalam sebuah keranjang dengan disertakan sebutir telur ayam, lalu bayi dalam keranjang itu dihanyutkannya kesungai Citanduy.
Sementara dikeraton kerajaan telah terjadi kehebohan, kabar yang sangat-sangat mengejutkan diluar dugaan semua orang yang ada dikeraton Galuh. Apalagi bagi seorang Raja kabar ini adalah kabar yang telah menodai nama besarnya dan menghancurkan harga dirinya sebagai raja. Bagaimana tidak Dewi Naganingrum yang selama ini dicintainya dan di kasihinya telah melahirkan seekor anak anjing!!!. Sungguh hina nista dan tercela !.
Dalam keadaan murka Raja memanggil Ki Lengser (Penasehat raja), tetapi kali ini bukan untuk meminta nasehat ! melainkan memerintahkan kepada Lengser agar Dewi Naganingrum segera dibunuh dan dibuang mayatnya ke tempat yang jauh.”Aku tidak mau tahu seperti apa dan bagaimana caranya! yang pasti bunuh Naganingrum keparat itu dan buang mayatnya ditempat yang jauh tanpa diketahui oleh siapapun!...mengerti???!”. Perintah Raden Barma Wijaya Kusumah dengan nada membentak dan wajah yang merah padam. “Ba...bbaaaik...segera saya laksanakan kanjeng Prabu!”. Ki Lengser tak punya pilihan dan tak ada waktu untuk mengajak berbicara lebih tenang dan manusiawi kepada rajanya, tanpa pikir panjang Ki Lengserpun segera pamitan dari hadapan rajanya untuk segera menjalankan tugasnya. Dengan hati yang sangat pilu dan miris Ki Lengser tak bisa berbuat banyak selain mengajak Dewi Naganingrum yang baru saja selesai melahirkan untuk segera keluar meninggalkan istana Galuh.
Sepanjang perjalanan Ki Lengser berpikir keras,  untuk menyelamatkan nyawa Dewi Naganingrum, karena dia yakin semua peristiwa yang terjadi adalah hasil rekayasa”Tidak mungkin dan tidak masuk akal mana bisa manusia melahirkan binatang, apalagi seekor anjing!”, gumamnya dalam hati. Walaupun perjalanan lama dan jauh sepanjang jalan Ki Lengser tidak berani  mengajak berbicara kepada junjungannya, dia hanya diam dan terus menatap lurus kedepan. Sementara Dewi Naganingrum yang berada dibelakang dalam sebuah gerobak kayu yang tertutup, yang sangat tidak layak untuk di isi oleh seorang permaisuri, sesampainya disebuah hutan belantara akhirnya ki Lengser berhenti. Dan meminta Dewi Naganingrum untuk ikut turun.
Dibuatkannya sebuah gubug untuk tempat tinggal bagi Dewi Naganingrum, dengan segala kelengkapannya meski sangat sederhana. Walaupun dengan hati berat terpaksa Ki Lengser harus segera meninggalkan junjungannya. Setelah dirasa cukup memberi nasehat kepada Dewi Naganingrum Ki Lengser berjanji akam menengoknya walaupun tidak bisa menjanjikan seberapa sering dan seberapa lama. Dewi Naganingrun hanya bisa pasrah pada Sang Maha Pencipta, dengan segala yang sedang menimpanya. Tidak mudah memang menerima dan menjalani sebuah peristiwa yang tiba-tiba saja dan menyakitkan, kini dirinya harus terbuang dari Istana yang megah yang serba mudah, dan sekarang harus berhadapan dengan kehidupan yang benar-benar baru dan susah, sendirian tanpa seorang embanpun, jauh dari khidupan ramai karena berada ditengah hutan belantara. Tetapi Dewi Naganingrum tidak ingin hanyut dalam kesedihan yang panjang. Ia masih bisa bersyukur memiliki seorang Lengser yang baik, yang mau menyelamatkan nyawanya. Dihatinya penuh harap dan cita, suatu hari nanti ia akan bertemu dengan putranya yang sebenarnya, dan bisa kembali hidup di Istana Galuh bersama keluarganya. Ki Lengserpun pulang kembali ke keraton Galuh untuk melapor kepada raja bahwa tugasnya membunuh Dewi Naganingrum telah diselesaikannya dengan baik. Dan untuk buktinya Ki Lengser telah membasahi senjatanya dengan darah binatang buruan di hutan tadi. Sehingga nampak pada senjatanya garis-garis darah kering.
Lain Dewi Naganingrum lain pula dengan Dewi Pangrenyep. Dia merasa suka cita dengan usaha dan perbuatan jahatnya melenyapkan Dewi Naganingrum dari keraton, semua berjalan mulus tanpa ada yang mengetahui selain orang-orang kepercayaannya yang telah terlibat pada rencana jahat tersebut. Semua yang terlibat bungkam dan tutup mulut, mulut mereka  telah penuh dijejali dengan hadiah yang tiada terhingga dari Dewi Pangrenyep. Tidak akan ada yang berani membocorkan rahasianya, selain telah dijejali dengan hadiah yang tiada terhingga merekapun di ancam barang siapa yang berani buka mulut maka nyawa akan menjadi bayarannya.
Sementara ditempat lain, disebuah kampung yang bernama kampung Gegersunten hiduplah sepasang suami istri yang sudah cukup tua. Tetapi mereka tidak memiliki anak satu orangpun. Merekalah yang bernama Aki dan Nini Balangantrang. Suatu sore keduamnya pergi kepinggiran kali Citanduy untuk menengok Babadon (perangkap ikan) yang sudah mereka pasang sejak pagi buta. Alangkah terkejutnya mereka dan sekaligus bahagia ketika sampai ditempat mereka memasang Babadon,karena disana mereka menjumpai sebuah keranjang besar yang berisi seorang  bayi laki-laki yang sangat lucu dan tampan, mungkin inilah jawaban doa yang selama ini mereka panjatkan tanpa lelah. Dengan segenap suka cita maka dibawanya bayi lucu dan tampan itu kerumah mereka dan dirawatnya sepenuh cinta dan kasih layaknya mereka merawat anaknya sendiri. Sedangkan sebutir telur ayam yang disertakan dengan bayi tersebut, telah dikirimnya oleh Aki Balangantrang kepada se ekor naga yang bernama Nagawiru dan bersemayam di gunung Padang. Naga ini bukanlah naga sembarangan melainkan jelmaan seorang dewa, dan sudah menjadi tugasnya untuk mengerami sebutir telur yang disertakan dengan bayi dari putra Barma Wijaya Kusumah. Yang kelak di kemudian hari telur itu menetaskan seekor ayam jantan dan menjadi binatang piaraan serta kesayangan dari si anak bayi yang dihanyutkan.
Waktu terus berlalu, tanpa terasa bayi itu sudah tumbuh remaja kini, tampan dan elok rupanya. Dengan penuh ketekunan dan ketelatenan Aki dan Nini Balangantrang mewariskan semua ilmu kesaktian yang mereka miliki kepada anak angkatnya. Bahkan Nagawiru sekalipun tidak tinggal diam dia sering mendatangi dan mengajarkan segala ilmu kesaktian kepada pemuda tampan yang sampai sekarang belum diberi nama oleh kedua orang tua angkatnya itu. Hingga pada suatu hari Aki Balangantrang kembali mengajak putranya untuk berburu ke hutan  di sekitar tempat tinggal mereka. Sesampainya di hutan anak angkat Aki Balangantrang ini melihat seekor monyet yang dia anggap aneh karena baru melihatnya,”Ki kalau binatang itu apa namanya?” Aki Balangantrang pun menjawab, “Wanara!”. Kemudian diapun melihat seekor burung yang baru dijumpainya”kalau burung itu apa namanya Ki?”. Aki Balangantran menjawab”itu namanya ciung!”. Remaja gagah dan tampan itu terdiam sesaat, lalu menatap ayah angkatnya”Ki kalau mereka saja punya nama yang bagus, lalu mengapa saya tidak?, bolehkah aku pakai nama keduanya sebagai namaku?”. Aki Balangantrang terkesiap, baru disadarinya kalau anaknya itu belum punya nama yang sebenarnya, selain nama panggilan anak laki-laki pada umumnya. Akhirnya keduanya sepakat, nama dari kedua satwa itu digunakan sebagai nama anaknya. Jadilah ia bernama Ciung Wanara.

Asal Mula Kota Cianjur

Pada jaman dahulu di daerah jawa barat ada seorang lelaki yang sangat kaya. Seluruh sawah dan lading di desanya menjadi miliknya. Penduduk desa hanya menjadi buruh tani penggarap sawah dan lading lelaki kaya itu. Orang kaya itu oleh penduduk desa dijuluki Pak Kikir karena memang dia adalah orang yang sangat kikir. Kekikirnya Pak kikr tidak pandang bulu, sampai-sampai terhadap anak lelaki satu-satunya pun dia juga sangat pelit.
Untunglah sifat kikir itu tidak menular pada anak lelakinya itu. Anak Pak Kikir itu berwatak baik. Tanpa sepengetahuan ayahnya, sering dia membantu tetangganya yang kesusahan.
Menurut anggapan dan kepercayaan masyarakat desa itu, jika menginginkan hasil panen yang baik dan melimpah maka harus diadakan pesta syukuran denga baik pula. Takut jika panen berikutnya gagal, maka Pak Kikir terpaksa mengadakan pesta syukuran dan selamatan semua warga desa diundang oleh Pak Kikir. Penduduk desa mengira akan mendapatkan makanan yang enak dan lezat dalam selamatan itu. Perkiraan itu meleset, ternyata Pak Kikir hanya menyediakan hidangan ala kadarnya, itupun tidak cukup untuk menjamu seluruh orang yang diundang. Banyakdinatara undangan yang tidak mendapat makanan. Mereka akhirnya hanya dapat mengelus dada atas sikap Pak Kikir yang lagi-lagi terbukti kikir.
” huh!! Sudah berani mengundang orang ternyata tidak dapat menyediakana makanan, sungguh keterlaluan, buat apa hartanya yang segudang itu”
”Tuhan tidak akana memberikan berkah pada jartanya yang banyak itu”
Demikianlah pergunjingan dan sumpah serapah dari orang-orang miskin mewarnai pesta selamatan yang diadakan Pak Kikir.
Pada saat pesta selamatan sedang berlangsung, yiba-tiba datanglah seorang nenek tua renta yang meminta sedekah pda Pak Kikir.
”Tuan... berilah saya sedekah, walau hanya dengan sesuap nasi…”rintih nenek tua itu
”Apa sedekah? Kau kira untuk menanak nasi tidak diperlukan jerih payah hah...?
”Berilah saya sedikit saja dari harta tuan yang berlimpah ruah itu......??”
”Tidak! Cepat pergi dari sini, kalau tidak aku akan suruh tukung pukulku untuk meghajarmu!!”

Nenek itu nampak mengeluarkan air mata.
Demikianlah nenek tua itu tidak mendapat sedekah tetapi malah diusir sevcara kasar oleh Pak Kikir. Dia segera meninggalkan halaman rumah Pak Kikir.
Melihat kejadian itu putera Pak Kikir sangat sedih. Diam-diam dia mengambil jatah makan siangnya, lalu dikejarnya nenek yang sudah sampai di ujung desanya itu, diberikannya makanan itu kepada si nenek.
Nenek itu merasa sangat bergembira ” sengguh baik engkau nak, semoga kelak hidupmu menjadi mulia”
Setelah si anak muda itu pergi, si nenek melanjutkan perjalanannya. Sampailah dia di sebuah bukit dekat desa, dia berhenti sejenak. dilihatnya rumah milik Pak Kikir yang palling besar dan megah di desa itu. Sementara penduduk sekelilingnya menderita katrena ketamakan Pak Kikir.
Karena melihat kelakukan Pak Kikir itu, si nenek marah dan berkata ” ingat-ingatlah Pak Kikir, keserakahan dan kekikiranmu akan menenggelamkan dirimu sendiri. Tuhan akan menimpakan hukuman kepadamu”
Nenek itu lalu menancapkan tongkatnya di tanah, lalu dicabutnya lagi. Dari lubang tancapan itu memancar air yang sangat deras. Makin lama air itu makin besar dan menuju ke desa.
“Banjir!” “Banjirrr!!!!!” teriak orang-orang desa yang mulai panic melihat datangnya air bah dari lembah itu.
Anak Pak Kikir segera menganjurkan orang-orang agar segera meninggalkan desa dan lari ke atas bukit.
“cepat tinggalkan desa ini, larilah ke atas bukit yang aman”
“Tapi sawah dan ternak kita bagaimana?”
“Kalian pilih harta atau jiwa? Sudah tidak ada waktu untuk membawa harta lagi”
Anak Pak Kikir yang bijak itu terus berteriak-teriak mengingatkan penduduk desa. Ia juga membujuk ayahnya agar segera keluar rumah.
”ayah cepat tingga;lkan rumah ini, kita harus segera keluar menyelamatkan diri”
”Apa? Lari begitu saja. Tolol!! Aku harus mengambil peti hartaku yang kusimpan di dalam tanan dulu”
Karena tidak ada waktu anak Pak Kikir segera berlari menyelamatka diri, sementara Pak Kikir terus mengumpulkan harta bendanya. Dia terlambat menyelamatkna diri, akhirnya tenggelam dalam arus air bah.
Sebagian besar penduduk desa termasuk putera Pak Kikir selamat. Mereka sedih melihat desanya tenggelam. Kemudian mereka memutuskan untuk mencari daerah baru. Mereka mengangkat anak Pak Kikir sebagai pemimpin desa mereka yang baru.
Putera Pak Kikir lalu menganjurkan penduduk untuk mengolah tanah yang telah dibagi rata. Pimpinan desa baru itu mengajari penduduk menanam padi dan bagaimana mengairi sawah secara baik. Desa itu kemudian disebut desa Anjuran, penduduk desa selalu mematuhi anjuran pimpinannnya.
Lama kelamaan desa itu berkembang menjadi kota kecil disebut Cianjur. Ci berarti air. Cianjur berarti daerah yang cukup mengandung air. Anjuran pemimpin desa dijadikan pedoman para petani dalam mengolah sawah, maka sampai sekarang ini bersa Cianjur dikenal sangat enak dan gurih.

Cerita Situ Bagendit

Cerita Menarik Tentang Legenda Situ Bagendit di Jawa BaratCerita rakyat yang akan kita bahas kali ini yaitu mengenai situ yang berada di Kota Garut Jawa Barat, mungkin sahabat pernah atau bahkan sering mendengar nama Situ Bagendit namun banyak yang belum faham bagaimana awal mula nama tersebut ada. Nah kalau begitu yuk kita lansgung simak saja di bawah ini informasinya.
Cerita Rakyat tentang Legenda Situ Bagendit

Cerita Situ Bagendit

Di sebuah desa, tepatnya berada di Kota Garut tinggallah seorang janda yang bernama Nyi Endit, janda itu merupakan janda yang sangat kaya dan dengan kekayaannya itu ia bisa melakukan apapun yang ia sukai, iapun sangat ditakuti di desa tersebut.
Banyak penduduk disana yang meminjam uang padanya, meskipun harus membayar bunga dengan sangat tinggi. Nyi Endit selalu menagih uang kepada peminjamnnya sembari membawa pengawal (tukang pukul), jadi kalau ada yang ditagih namun tidak membayar tukang pukul itu sudah siap untuk melakukan kekerasa.
ADVERTISEMENT
Jika datang musim panen, Nyi Endit selalu menghasilkan panen yang sangat melimpah, dan ketika musim paceklik tiba banyak petani yang kesulitan bahkan ada yang sampai busung lapar. Keadaan warga disana sangatlah berbeda dengan Nyi Endit janda yang kaya raya itu. Ia selalu berpesta Pora di rumahnya, sedangkan petani banyak yang kelaparan.
Ketika pesta sedang dimulai, tiba-tiba salah satu pengawalnya datang menghampiri Nyi Endit itu dan berkata: “Nyi maaf sepertinya diluar ada seorang pengemis yang ingin masuk dan membuat kerusuhan. Sepertinya ia ingin meminta-minta”.
Dengan seketika Nyi Enditpun berkata dengan lantangnya “Usir Dia!”
Namun pengemis itu masuk kedalam rumahnya Nyi Endit secara tak terduga dan berkata: “kau benar-benar serakah dan kejam Nyi Endit, kami kelaparan, berilah kami sedikit makanan”.
Nyi Endit-pun marah dengan seketika dan berkata “Berani kau ya berkata seperti itu padaku, dasar kurang ajar. Cepat usir dia dari rumahku!”.
Pengawal Nyi Endit-pun langsung menyeret pengemis itu, namun secara tak disangka pengemis itu sangat kuat sekali dan bisa melawan para pengawal Nyi Endit dengan satu gebrakan saja. Para tamu takjub melihat kesaktian pengemis tersebut.
Setelah melawan para pengawal Nyi Endit, pengemis itupun berkkata lagi kepada Nyi Endit: “Jika kau tidak mau berbagi dengan orang yang kesulitan, akan ku tunjukkan sesuatu padamu”.
Sang pengemis itu mengambil satu ranting pohon, dan menancapkannya ke tanah. Setelah itu ia berkata lagi pada Nyi Endit: “jika ranting ini dapat kau cabut, maka kau termasuk orang yang mulia di dunia. Jika kau tak bisa melakukannya kau bisa menyuruh kepada pengawalmu”. Nyi Enditpun langsung memerintahkan kepada para pengawalnya untuk mencabut ranting pohon yang kecil itu. Namun sayang ternyata pengawalnya itu tak bisa mencabut ranting tersebut yang kelihatannya sangat mudah untuk di cabut. Sang Pengemispun berkata lagi: “ternyata pengawalmu tak sanggup mencabutnya, sekarang kau bisa lihat aku melakukannya”.
Sang pengemis itu dengan mudahnya mencabut ranting tersebut, dan setelahny di cabut ternyata keluarlah air yang begitu deras dari lubang ranting tersebut, dan secara tiba-tiba sang pengemispun hilang seketika.
Ketika itupun, guncangan gempa bumi datang dan hujan yang begitu lebat, dan dengan sekejap desa Nyi Enditpun lenyap terendam oleh air. Dan berubahlah desa itu menjadi sebuah danau yang sekarang popular di sebut dengan Situ Bagendit. Di dalam danau tersebut di percaya bahwa terdapat lintah yang amat besar sebagai jelmaan Nyi Endit yang disebut dengan lintah darat.
Catatan: Kita sebagai manusia yang bersosial tak bisa hidup individual, maka dari itu ketika kita mendapatkan hal yang baik dan banyak maka berbagilah dengan orang lain. Karena harta yang kita miliki hanyalah titipan, anda hanya bisa memilih antara diluaskan hartanya atau di sempitkan.

Cerita / Dongeng Si Kabayan

Hampir semua masyarakat Indonesia sudah tahu tentang dongeng si kabayan. Cerita rakyat si kabayan memang sangat populer, bahkan banyak cerita rakyat si kabayan diangkat menjadi Film layar lebar. Sebagian besar orang yang pernah mendengar dongeng sunda si kabayan menyukai cerita rakyat dari Jawa Barat ini. Apalagi film layar lebarnya diperankan oleh seorang legenda seni peran Indonesia yaitu almarhum Didi Petet. Dongeng Kabayan yang Kakak ceritakan pada kesempatan ini, Kakak ambil dari kumpulan dongeng si kabayan yang banyak sekali jumlahnya. Koleksi yang Kakak miliki sebagian dongeng si kabayan basa sunda dan sebagian lagi dongeng si kabayan bahasa indonesia. Tentunya kalian sudah tidak sabar mengikuti kisah si kabayan yang pintar, lugu tetapi pemalas. Ini dia kisah lengkapnya

Kumpulan Dongeng Si Kabayan - Cerita Rakyat Sunda (Jawa Barat)

Tersebutlah seorang lelaki di tanah Pasundan pada masa lampau. Si Kabayan namanya. Ia lelaki yang pemalas namun memiliki banyak akal. Banyak akal pula dirinya meski akalnya itu kerap digunakannya untuk mendukung kemalasannya. Si Kabayan telah beristri. Nyi Iteung nama istrinya.
Pada suatu hari Si Kabayan disuruh mertuanya untuk mengambil siput-siput sawah. Si Kabayan melakukannya dengan malas-malasan. Setibanya di sawah, ia tidak segera mengambil siput-siput sawah yang banyak terdapat di sawah itu, melainkan hanya duduk-duduk di pematang sawah.
Lama ditunggu tidak kembali, mertua Si Kabayan pun menyusul ke sawah. Terperanjatlah ia mendapati Si Kabayan hanya duduk di pematang sawah. "Kabayan! Apa yang engkau lakukan? Mengapa engkau tidak segera turun ke sawah dan mengambil tutut-tutut (Siput) itu?"
"Abah-abah (Bapak), aku takut turun ke sawah karena sawah ini sangat dalam. Lihatlah, Bah, begitu dalamnya sawah ini hingga langit pun terlihat di dalamnya," jawab Si Kabayan.
Mertua Si Kabayan menjadi geram. Didorongnya tubuh Si Kabayan hingga menantunya itu terjatuh ke sawah.
Si Kabayan hanya tersenyum-senyum sendiri seolah tidak bersalah. "Ternyata sawah ini dangkal ya, Bah?" katanya dengan senyum menyebalkannya. Ia pun lantas mengambil siput-siput sawah yang banyak terdapat di sawah itu.
Pada hari yang lain mertua Si Kabayan menyuruh Si Kabayan untuk memetik buah nangka yang telah matang. Pohon nangka itu tumbuh di pinggir sungai dan batangnya menjorok di atas sungai. Si Kabayan sesungguhnya malas untuk melakukannya. Hanya setelah mertuanya terlihat marah, Si Kabayan akhirnya menurut. Ia memanjat batang pohon. Dipetiknya satu buah nangka yang telah masak. Sayang, buah nangka itu terjatuh ke sungai. Si Kabayan tidak buru-buru turun ke sungai untuk mengambil buah nangka yang terjatuh. Dibiarkannya buah nangka itu hanyut.
Mertua Si Kabayan terheran-heran melihat Si Kabayan pulang tanpa membawa buah nangka. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan raut wajah jengkel. "Mana buah nangka yang kuperintahkan untuk dipetik?"
Dengan wajah polos seolah tanpa berdosa, Si Kabayan menukas, "Lho? Bukankah buah nangka itu tadi telah kuminta untuk berjalan duluan? Apakah buah nangka itu belum juga tiba?"
"Bagaimana maksudmu, Kabayan?"
"Waktu kupetik, buah nangka itu jatuh ke sungai. Rupanya ia ingin berjalan sendirian. Maka, kubiarkan ia berjalan dan kusebutkan agar ia lekas pulang ke rumah. Kuperingatkan pula agar ia segera membelok ke rumah ini. Dasar nangka tua tak tahu diri, tidak menuruti perintahku pula!"
"Ah, itu hanya alasanmu yang mengada-ada saja, Kabayan!" mertua Si Kabayan bersungut-sungut. "Bilang saja kalau kamu itu malas membawa nangka itu ke rumah!"
Si Kabayan hanya tertawa-tawa meski dimarahi mertuanya.
Pada waktu yang lain mertua Si Kabayan mengajak menantunya yang malas lagi bodoh itu untuk memetik kacang koro di kebun. Mereka membawa karung untuk tempat kacang koro yang mereka petik. Baru beberapa buah kacang koro yang dipetiknya, Si Kabayan telah malas untuk melanjutkannya. Si Kabayan mengantuk. Ia pun lantas tidur di dalam karung.
Ketika azan Dhuhur terdengar, mertua Si Kabayan menyelesaikan pekerjaannya. Ia sangat keheranan karena tidak mendapati Si Kabayan bersamanya. "Dasar pemalas!" gerutunya. "Ia tentu telah pulang duluan karena malas membawa karung berisi kacang koro yang berat!"
Mertua Si Kabayan terpaksa menggotong karung berisi Si Kabayan itu kembali ke rumah. Betapa terperanjatnya ia saat mengetahui isi karung yang dipanggulnya itu bukan kacang koro, melainkan Si Kabayan!
"Karung ini bukan untuk manusia tapi untuk kacang koro!" omel mertua Si Kabayan setelah mengetahui Si Kabayan lah yang dipanggulnya hingga tiba di rumah.
Keesokan harinya mertua Si Kabayan kembali mengajak menantunya itu untuk ke kebun lagi guna memetik kacang-kacang koro. Mertua Si Kabayan masih jengkel dengan kejadian kemarin. Ia ingin membalas dendam pada Si Kabayan. Ketika Si Kabayan sedang memetik kacang koro, dengan diam-diam mertua Si Kabayan masuk ke dalam karung dan tidur. Ia ingin Si Kabayan memanggulnya pulang seperti yang diperbuatnya kemarin.
Dongeng Si Kabayan Cerita Rakyat Sunda Jawa Barat
Dongeng Si Kabayan Cerita Rakyat Sunda Jawa Barat
Adzan Dhuhur terdengar dari surau di kejauhan. Si Kabayan menghentikan pekerjaannya. Dilihatnya mertuanya tidak bersamanya. Ketika ia melihat ke dalam karung, ia melihat mertuanya itu tengah tertidur. Tanpa banyak bicara, Si Kabayan lantas mengikat karung itu dan menyeretnya.
Terperanjatlah mertua Si Kabayan mendapati dirinya diseret Si Kabayan. Ia pun berteriak-teriak dari dalam karung, "Kabayan! Ini Abah! Jangan engkau seret Abah seperti ini!"
Namun, Si Kabayan tetap saja menyeret karung berisi mertuanya itu hingga tiba di rumah. Katanya seraya menyeret, "Karung ini untuk tempat kacang koro, bukan untuk manusia.”
Karena kejadian itu mertua Si Kabayan sangat marah kepada Si Kabayan. Ia mendiamkan Si Kabayan. Tidak mau mengajaknya berbicara dan bahkan melengoskan wajah jika Si Kabayan menyapa atau mengajaknya bicara. Ia terlihat sangat benci dengan menantunya yang malas lagi banyak alasan itu.
Si Kabayan menyadari kebencian mertuanya itu kepadanya. Bagaimanapun juga ia merasa tidak enak diperlakukan seperti itu. Ia lantas mencari cara agar mertuanya tidak lagi membenci dirinya. Ditemukannya cara itu. Ia pun bertanya pada istrinya perihal nama asli mertuanya.
"Mengetahui nama asli mertua itu pantangan, Akang!" kata Nyi Iteung memperingatkan. "Bukankah Akang sudah tahu masalah ini?"
Si Kabayan berusaha membujuk. Disebutkannya jika ia hendak mendoakan mertuanya itu agar panjang umur, selalu sehat, murah rejeki, dan jauh dari segala mara bahaya. "Jika aku tidak mengetahui nama Abah, bagaimana nanti jika doaku tidak tertuju kepada Abah dan malah tertuju kepada orang lain?"
Nyi Iteung akhirnya bersedia memberitahu jika suaminya itu berjanji untuk tidak menyebarkan rahasia itu. katanya, "Nama Abah yang asli itu Ki Nolednad. Ingat, jangan sekali-kali engkau sebutkan nama Abah itu kepada siapa pun!"
Setelah mengetahui nama ash mertuanya, Si Kabayan lantas mencari air enau yang masih mengental. Diambilnya pula kapuk dalam jumlah yang banyak. Si Kabayan menuju lubuk, tempat mertuanya itu biasa mandi. Ia lantas membasahi seluruh tubuhnya dengan air enau yang kental dan menempelkan kapuk di sekujur tubuhnya. Si Kabayan kemudian memanjat pohon dan duduk di dahan pohon seraya menunggu kedatangan mertuanya yang akan mandi.
Ketika mertuanya sedang asyik mandi, Si Kabayan lantas berseru dengan suara yang dibuatnya terdengar lebih berat, "Nolednad! Nolednad!"
Mertua Si Kabayan sangat terperanjat mendengar namanya dipanggil. Seketika ia menatap arah sumber suara pemanggilnya, kian terperanjatlah ia ketika melihat ada makhluk putih yang sangat menyeramkan pada pandangannya. "Si siapa engk ... engkau itu?" tanyanya terbata-bata.
"Nolednad, aku ini Kakek penunggu lubuk ini." kata Si Kabayan. "Aku peringatkan kepadamu Nolednad, hendaklah engkau menyayangi Kabayan karena ia cucu kesayanganku. Jangan berani-berani engkau menyia-nyiakannya. Urus dia baik-baik. Urus sandang dan pangannya. Jika engkau tidak melakukan pesanku ini, niscaya engkau tidak akan selamat!"
Mertua Si Kabayan sangat takut mendengar ucapan 'Kakek penunggu lubuk' itu.Ia pun berjanji untuk melaksanakan pesan 'Kakek penunggu lubuk' itu.
Sejak saat itu mertua Si Kabayan tidak lagi membenci Si Kabayan. Disayanginya menantunya itu. Dicukupinya kebutuhan sandang dan pangan Si Kabayan. Bahkan, dibuatkannya pula rumah, meski kecil, untuk tempat tinggal menantunya tersebut.
Setelah mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari mertuanya, Si Kabayan juga sadar akan sikap buruknya selama itu. Ia pun mengubah sikap dan perilakunya. Ia tidak lagi malas-malasan untuk bekerja. Ia pun bekerja sebagai buruh. Kehidupannya bersama istrinya membaik yang membuat istrinya itu bertambah sayang kepadanya. Si Kabayan juga bertambah sayang kepada Nyi Iteung seperti sayangnya kepada mertuanya yang tetap baik perlakuan terhadapnya. Mertuanya tetap menyangka Si Kabayan sebagai cucu 'Kakek penunggu lubuk'. Ki Nolednad sangat takut untuk memusuhi atau menyia-nyiakan Si Kabayan karena takut tidak akan selamat dalam hidupnya seperti yang telah dipesankan 'Kakek penunggu lubuk'!

Ceita Tangkuban Perahu

Cerita Gunung Tangkuban Perahu – Dibalik keindahan Gunung Tangkuban Perahu ,ternyata tempat wisata di Bandung ini menyimpan misteri tentang sebuah kisah yang melegenda dan kontroversi.Tahukah anda Cerita Rakyat Gunung Tangkuban Perahu itu seperti apa ?
Info Tempat Wisata Di Bandung kali ini akan mengulas kembali rahasia dan  misteri  dari sebuah gunung yang yang ada di Bandung Jawa Barat.Mengenang kembali Gunung Tangkuban Perahu bagi saya pribadi tentunya sebagai flash back memory bagaimana saya pertama kali mengetahui cerita ini  waktu melihat film Sangkuriang di Bioskop kota kecilku di tahun 1980 an.
Sebelum melanjutkan,ada baiknya anda membaca artikel saya sebelumnya yakni : Gunung Tangkuban Perahu Bandung, sebagai referensi anda apabila ada rencana mengunjungi tempat wisata di bandung ini berupa tips berkunjung ke tangkuban perahu.
Baiklah kita lanjutkan,Cerita Gunung tangkuban perahu Bandung tentunya memiliki nilai sejarah dan histori yang sangat begitu kuat bagi warga masyarakat jawa barat atau suku sunda khususnya.Karena kisah tempat wisata di bandung ini sungguh sangat fenomenal dan terkenal yang menggambarkan sebuah kejadian “tabu” dimana masyarakat sunda ataupun suku yang lainnya pasti akan tidak setuju apabila ada seorang anak yang mencintai dan mau menikahi ibunya sendiri ( kasus incest kalau di zaman sekarang ).
Terus apa hubungannya kisah anak yang mencintai ibunya dengan Cerita Gunung Tangkuban Perahu Lembang ? nah justru di sinilah nanti akan saya ceritakan legenda atau mitos tempat wisata di bandung ini ending nya seperti apa,yang pasti kisahnya dijamin seru dan bagi anda yang baru pertama kali ingin tahu ceritanya,sudah sangat tepat anda berada di sini.

Cerita Gunung Tangkuban Perahu

Cerita Legenda Tempat Wisata Di Bandung tentang Gunung Tangkuban Perahu dimulai ketika Dahulu kala, tersebut lah seorang putri cantik anak dari seorang raja bernama Sungging Perbangkara dari sebuah kerajaan besar di jawa barat. Putri tersebut bernama Dayang Sumbi. Kecantikan Dayang Sumbi sangat terkenal ke seluruh negeri waktu itu. Banyak raja-raja dari kerajaan berperang hanya untuk menjadikan Dayang Sumbi sebagai calon istrinya. Merasa dirinya adalah sumber peperangan, akhirnya Dayang Sumbi memutuskan untuk pergi ke hutan dan hidup di sana.
Cerita legenda Gunung Tangkuban Perahu pun dimulai, di saat Dayang Sumbi sedang bertenun di tempat pengasingannya, pintalan benang yang dia gunakan jatuh. Karena malas mengambil pintalan benang tersebut, dia berkata dalam hatinya dengan bersumpah bahwa “Siapa yang bisa mengambilkan pintalan benang tersebut, dia akan menjadi suami ku.” Tiba-tiba seekor anjing mengambil pintalan benang tersebut dan memberikannya ke Dayang Sumbi.
Anjing tersebut bernama Tumang. Anjing tersbut bukan ajing biasa, konon dia adalah keturunan Dewa. Karena telah berjanji, akhirnya Dayang Sumbi menjadikan Tumang sebagai suaminya dan dari pernikahannya mereka dikaruniahi seorang anak yang bernama Sangkuriang.Sangkuriang sebagai tokoh Cerita Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu pun kemudian tumbuh menjadi seorang pemuda berparas tampan, gagah perkasa dan sakti. Semasa hidupnya, dia selalu ditemani oleh Tumang yang dianggapnya hanya seekor anjing yang setia, bukan ayahnya. Suatu ketika, Sangkuriang dimintai untuk berburu dengan Tumang oleh ibunya, Dayang Sumbi.
“Bu, saya akan membawakan sebuah hati rusa untuk mu” janji Sangkuriang.
“Huff…huff” gonggong Tumang.
“Baiklah nak, hati-hati ya.” Dayang Sumbi berkata.
Diceritakan dalam Cerita Rakyat Gunung Tangkuban Perahu,Sangkuriang dan Tumang mulai berburu seekor rusa. Setelah berburu seharian tanpa hasil, Sangkuriang khawatir akan membuat ibunya kecewa. Berpikir singkat, dia mengambil panahnya dan menembakannya ke arah Tumang dan mengambil hatinya kemudian membawanya pulang untuk diberikan ke pada ibunya.
Di rumah Sangkuriang memberikan hati tersebut kepada ibunya. Tetapi Dayang Sumbi menyadari bahwa itu bukan lah hati rusa tetapi hati seekor anjing yang bernama Tumang.Lantas  Dayang Sumbi marah dan memukul Sangkuriang dengan sendok di kepalanya.
Setelah kejadian itu,kemudian Sangkuriang pun pergi dan berkeliling ke seluruh penjuru negeri hingga suatu waktu dia kembali tiba di desanya tanpa disadari nya. Di sana dia bertemu seorang wanita cantik yang sebenarnya adalah ibunya sendiri yang sudah sangat lama dia tinggal pergi,karena marah setelah kejadian itu.
Dalam kisah  Cerita Misteri Gunung Tangkuban Perahu,disebutkan bahwa akhirnya Sangkuriang dan Dayang Sumbi yang merupakan sosok wanita cantik itu  pun saling jatuh cinta satu sama lain dan mereka memutuskan untuk menikah.
Tetapi Dayang Sumbi kemudian menyadari bahwa lelaki yang dia cintai adalah anaknya sendiri karena dia melihat ada bekas luka yang ada di kepala Sangkuriang. Untuk mengurungkan niat Sangkuriang menikahi nya, Dayang Sumbi pun kemudian meminta dua hal mustahil sebagai syarat pernikahannya dengan Sangkuriang.
“Jika kamu ingin menikahi ku, buatlah sebuah danau yang dan sebuah perahu sangat besar dalam satu malam” pinta Dayang Sumbi.
“Siap, jika kamu menginginkanya. Akan ku berikan apa yang kau minta.” Sangkuriang setuju.
Singkat waktu,dikisahkan Cerita Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu ini,dengan segala kekuatannya yang sakti dan serta bantuan makhluk halus, ke dua permintaan tersebut pun dirasa bisa terlaksana dalam satu malam. Sangkuriang pun membuat sebuah danau dengan membendung sungai citarum dan membuat sebuah perahu. Kawatir Sangkuriang akan menyelesaikanya, Dayang Sumbi berdoa kepada Tuhan agar membantunya untuk mengagalkan niat Sangkuriang. Tiba-tiba cahaya horizon dari timur muncul dan pagi pun datang.
Berpikir bahwa usahanya sia-sia. Dengan rasa marah yang memuncak,maka  Sangkuriang pun menendang perahu tersebut sehingga terbalik. Kemudian perahu tersebut menjadi sebuah gunung yang dikenal dengan nama Gunung Tangkuban Parahu. Tangkuban berarti terbalik dan Parahu berarti perahu.
Nah bagaimana ? menarik bukan ? demikianlah Certita Misteri Gunung Tangkuban perahu yang sangat populer di indonesia bahkan luar negeri itu.Lantas apa yang bisa kita ambil hikmah atau pelajaran dari cerita rakyat tangkuban perahu itu.?
Yang jelas,Cerita Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu itu memberikan pembelajaran bahwa masyarakat indonesia yang agamis dan sangat menjungjung tinggi adat dan kepercayaan tradisi yang tinggi.Kisah dari cinta terlarang Sangkuriang dan Dayang Sumbi sangat jelas bukan sesuatu yang harus ditiru oleh kita di zaman sekarang,meskipun kasus incest/pernikahan sedarah saat ini sudah mulai mengkhawatirkan di dunia luar