Dayeuh Manggung
adalah sebuah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Cilawu, Kabupaten
Garut, Provinsi Jawa Barat. Konon, pada masa Kerajaan Dayeuh Luhur,
desa ini masih merupakan kawasan hutan lebat yang kemudian oleh Prabu
Liman Sanjaya dijadikan sebagai babakan pidayeuheun atau kota. Berikut kisahnya dalam cerita Asal Mula Nama Dayeuh Manggung.
* * *
Dahulu,
di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, tersebutlah seorang raja
bernama Prabu Layaran Wangi atau biasa dikenal dengan nama Prabu
Siliwangi yang bertahta di Kerajaan Pakuan Raharja. Prabu Siliwangi
mempunyai seorang pembantu bernama Aki Panyumpit. Dipanggil demikian
karena lelaki paruh baya itu bertugas sebagai pemburu binatang dengan
menggunakan alat sumpit dan panah.
Hari
itu, Ki Panyumpit terlihat sedang bersiap-siap hendak pergi berburu ke
hutan. Semua peralatan yang diperlukan telah diperiksa dengan seksama.
Namun, sebelum berangkat, lelaki setengah baya itu terlihat kebingungan
untuk menentukan tujuan perburuannya karena hampir semua hutan telah
dijelajahinya.
“Hmmm… ke hutan mana lagi yang harus ku tuju untuk berburu? Hutan sebelah barat sudah, hutan sebelah utara juga sudah. Hutan sebelah selatan baru saja kemarin aku jelajahi,“ gumamnya,
“Ahaaa… kalau begitu, sebaiknya aku ke hutan sebelah timur saja. Aku terakhir ke sana dua bulan yang lalu, barangkali saja binatang buruan sudah mulai banyak lagi.”
Setelah
sempat bingung, akhirnya Aki Panyumpit memutuskan untuk berburu
binatang ke hutan sebelah timur. Setelah berjalan cukup jauh melewati
bukit dan gunung, tibalah ia di hutan yang dimaksud. Suasana hutan itu
masih tampak sepi. Tak seekor binatang pun yang terlihat. Hanya sesekali
terdengar suara-suara burung berbunyi merdu.
“Hutan ini sepi sekali. Pada ke mana binatang itu?” gumam si Aki.
Perlahan-lahan
Aki Panyumpit terus berjalan di antara sela-sela pepohonan. Hingga hari
menjelang siang, tak seekor binatang pun yang ia jumpai. Namun, si Aki
tidak mau berputus asa. Ia kemudian berjalan menuju ke puncak gunung.
Setiba di sana, tiba-tiba ia mencium bau wewangian.
“Hmm… bau harum apa ini?” gumam si Aki.
Dirundung
rasa penasaran, Aki Panyumpit bergegas mencari sumber bau wangi itu
sambil mengembang-kempiskan hidungnya. Tak berapa lama kemudian,
tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bersinar di sebelah utara, yaitu di
pinggir Sungai Cipancar. Ia kemudian mendekati sungai itu. Semakin
mendekat, bau wangi itu semakin menyengat hidungnya. Alangkah
terkejutnya ia ketika tiba di tepi sungai itu. Ia melihat seorang putri
cantik sedang mandi di sungai.
“Wah, rupanya bau wangi itu berasal dari badan putri cantik itu,” gumamnya.
Sebelum
putri mengetahui kehadirannya, Aki Panyumpit segera bersembunyi di
balik semak-semak di pinggir sungai. Di tempat persembuanyiannya, si Aki
kembali dilanda kebimbangan apakah ia harus berkenalan dengan putri itu
atau tetap saja bersembunyi. Setelah berpikir sejenak, pembantu Prabu
Siliwangi itu akhirnya memutuskan untuk menemui putri itu.
Setelah sang putri selesai mandi, Aki Panyumpit memberanikan diri untuk berkenalan.
“Sampurasun…,” sapa si Aki.
“Rampes…,” jawab putri itu dengan terkejut.
“Maaf Putri, jika kehadiran Aki mengganggu ketenangan Putri. Kalau boleh Aki bertanya, siapa gerangan Putri ini?” tanya Aki Panyumpit.
“Saya Putri Rambut Kasih. Putri Sunan Remenggong dari Limbangan,” jawab Putri Rambut Kasih dengan sopan.
“Aki sendiri siapa dan kenapa berada di tempat ini?” putri itu balik bertanya.
Aki
Panyumpit memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kehadirannya di
tempat tersebut. Setelah saling berkenalan, si Aki dan sang Putri pun
pulang ke daerahnya masing-masing. Setiba di istana, Aki Panyumpit
menceritakan perihal pertemuannya dengan Putri Rambut Kasih.
“Ampuni hamba Gusti Prabu, hari ini hamba tidak membawa binatang buruan. Tapi, hamba membawa berita gembira untuk Gusti Prabu,” lapor si Aki.
“Berita apakah itu, Aki? Cepatlah katakan padaku!” desak Prabu Siliwangi penasaran.
“Ampun, Gusti Prabu. Saat sedang berburu di hutan sebelah timur, hamba bertemu dengan seorang putri cantik. Putri Rambut Kasih namanya. Ia adalah putri Sunan Remenggong dari Limbangan,” ungkap si Aki.
Aki Panyumpit dengan mahir kemudian melukiskan sosok Putri Rambut Kasih di hadapan Prabu Siliwangi.
“Kecantikan putri itu bagai bidadari turun dari Kayangan. Parasnya sungguh mempesona. Wajahnya bulat telur menawan. Alisnya berkilat dan meruncing bagai taji ayam. Hidungnya mancung bagai belimbing. Pipinya bagai seiris limau. Dagunya molek bagai sarang lebah. Bibirnya mungil dan kemerahan bagai buah delima. Rambutnya hitam mengkilap dan panjang terurai,” jelas Aki Panyumpit.
“Yang lebih mengagumkan lagi Gusti Prabu, tubuh sang Putri amat mulus dan mengeluarkan bau harum yang menyengat hidung,” imbuhnya.
Mendengar
cerita itu, Prabu Siliwangi amat terkesan dengan bau harum yang keluar
dari tubuh sang Putri. Maka, ia pun menamakan gunung tempat sang Putri
mandi tersebut dengan nama Gunung Haruman, yang artinya gunung yang
berbau harum.
Terkesan
dengan cerita Aki Panyumpit, Prabu Siliwangi mengutus Gajah Manggala,
Arya Gajah, Aki Penyumpit, dan sejumlah pengiring untuk melamar Putri
Rambut Kasih ke Limbangan.
“Aku perintahkan kalian melamarkan Putri Rambut Kasih untukku! Jangan kembali sebelum lamaranku diterima oleh sang Putri dan keluarganya!” titah Prabu Siliwangi.
“Daulat Gusti Prabu!” jawab Gajah Manggala dan pembantu Prabu Siliwangi lainnya serentak.
Usai
berpamitan kepada sang Prabu, Gajah Manggala beserta rombongan
berangkat menuju Limbangan. Setiba di sana, mereka disambut baik oleh
keluarga Putri Rambut Kasih.
“Selamat datang di Limbangan, Tuan-Tuan,” sambut Sunan Rumenggong, “Kalau boleh tahu, apa gerangan maksud kedatangan Tuan-Tuan kemari?”
“Ampun Gusti, hamba dan rombongan adalah utusan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pakuan Raharja,” ungkap Gajah Manggala.“Maksud kedatangan hamba kemari adalah melamar Putri Rambut Kasih untuk raja hamba.”
Mengetahui
perihal lamaran yang ditujukan pada dirinya, pada awalnya Putri Rambut
Kasih menolak. Namun, akhirnya ia menerima lamaran tersebut setelah
dinasehati oleh ayahandanya. Betapa lega hati Gajah Manggala dan
rombongan atas diterimanya lamaran tersebut. Mereka pun segera kembali
ke Istana Pakuan Raharja untuk menyampaikan berita gembira tersebut
kepada Prabu Siliwangi.
“Ampun Gusti Prabu, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, lamaran Gusti Prabu diterima oleh Putri Rambut Kasih,” lapor Gajah Manggala.
“Baiklah, kalau begitu. Persiapkanlah segala sesuatunya untuk pesta pernikahan kami!” titah Prabu Siliwangi.
Mendengar
perintah itu, seluruh istana pun sibuk menyiapkan segala keperluan
pesta pernikahan sang Prabu. Pada hari yang telah ditentukan, pesta
pernikahan Prabu Siliwangi dan Putri Rambut Kasih dilangsungkan dengan
meriah. Setelah menikah, Prabu Siliwangi dan istrinya tinggal di
Kerajaan Pakuan Raharja. Mereka hidup berbahagia.
Selang
beberapa tahun kemudian, Putri Rambut Kasih telah melahirkan dua orang
putra yaitu Basudewa dan Liman Senjaya. Setelah beranjak dewasa,
keduanya dibawa ke Limbangan oleh kakeknya, Sunan Rumenggong, untuk
menjadi kepala daerah. Basudewa diangkat menjadi penguasa di Limbangan
dengan gelar Prabu Basudewa, sedangkan Liman Sanjaya diangkat menjadi
penguasa di daerah Dayeuh Luhur bagian selatan dengan gelar Prabu Liman
Sanjaya.
Setelah menikah, Prabu Liman Sanjaya kemudian membuka lahan baru dan membuat babakan pidayeuheun
(kota). Lama-kelamaan kota itu berkembang menjadi sebuah negara yang
diberi nama Dayeuh Manggung. Kala itu, Dayeuh Manggung terkenal karena
keahlian masyarakatnya membuat tenun. Di bawah pimpinan Prabu Liman
Sanjaya dan keturunannya, Dayeuh Manggung menjadi semakin berkembang
sehingga lahirlah beberapa kerajaan lain, di antaranya Negara Sangiang
Mayok, Timbanganten, dan Mandalaputang. Salah satu raja yang termasyhur
kala itu adalah Sunan Ranggalawe yang memerintah di Kerajaan
Timbanganten.
* * *
Demikian cerita Asal Mula Nama Dayeuh Manggung dari
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Cerita di atas merupakan sebuah
legenda yang belum tentu sesuai dengan fakta sejarah. Namun, masyarakat
setempat mempercayai bahwa cerita di atas benar-benar terjadi. Adapun
pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa jodoh
seseorang dapat datang kapan dan di mana saja serta dengan cara apa pun
jika Tuhan Yang Mahakuasa menghendakinya. Dengan kuasa Tuhan, Prabu
Siliwangi mendapatkan jodohnya, Putri Rambut Kasih, melalui Aki
Panyumpit yang sedang berburu di hutan.
No comments:
Post a Comment