Girilawungan adalah nama sebuah kerajaan yang pernah ada di tanah Sunda, tepatnya di Majalengka, Jawa Barat. Istilah “girilawungan” berasal dari kata ngalawung dalam bahasa Sunda, yang berarti “berhadap-hadapan”. Menurut cerita, pernah terjadi suatu peristiwa ngalawung di sebuah tempat sehingga tempat itu kemudian dinamakan Girilawungan. Peristiwa apakah itu? Berikut kisahnya dalam ceria Asal Usul Nama Girilawungan.
* * *
Dahulu
di tanah Pasundan, ada seorang raja bernama Pangeran Giri Layang. Ia
masih keturunan Raja Pajajaran. Pangeran Giri Layang adalah seorang raja
yang arif dan bijaksana. Dalam memerintah negara, ia dibantu oleh adik
perempuannya yang bernama Putri Giri Larang dan seorang patih bernama
Endang Capang.
Suatu
hari, Pangeran Giri Layang sedang bercakap-cakap dengan adiknya di
pendopo istana. Putri Giri Layang berkata kepada kakaknya,
“Kanda, Dinda ingin mengatakan sesuatu. Tapi, sebelumnya Dinda mohon maaf jika nantinya ada perkataan Dinda yang menyinggung perasaan Kanda,” kata Putri Giri Larang.
“Ada apa yang ingin kamu katakan, Adikku?” ujar Pangeran Giri Layang,
“Begini, Kanda. Dinda sudah lama membantu Kanda mengelola negeri ini dan sudah banyak pula ilmu yang Dinda peroleh dari Kanda. Tapi, Dinda merasa perlu banyak belajar lagi. Sekiranya Kanda mengizinkan, Dinda ingin pergi merantau untuk menambah ilmu.”
Mendengar
permintaan itu, Pangeran Giri Layang tertegun. Ia merasa amat berat
melepas kepergian adiknya. Namun, tak ada alasan baginya untuk menolak
permintaan tersebut. Ia pun mengelus-elus kepala adiknya, lalu berkata.
“Adikku, engkaulah satu-satunya yang Kanda sayangi. Tapi, jika itu sudah menjadi tekadmu, Kanda merestui kepergian Dinda. Semoga Dinda tidak mendapat rintangan apa pun,” kata Pangeran Giri Layang, “Ingat pesan Kanda, jika berjalan ke arah timur, Dinda jangan sampai melampaui perbatasan.”
“Baik, Kanda. Terima kasih atas doa restu Kanda,” ucap Putri Giri Larang.
Keesokan
paginya, Putri Giri Larang bersiap-siap. Setelah berpamitan kepada
kakaknya, berangkatlah ia menuju ke arah timur dengan berjalan kaki
seorang diri. Setelah berbulan-bulan keluar masuk hutan, menyeberangi
sungai, serta mendaki gunung dan lembah, sampailah ia di sebuah hutan
belantara yang sepi. Hanya suara-suara binatang hutan yang terdengar
saling bersahut-sahutan.
Putri
Giri Larang terus berjalan di antara pepohonan. Alangkah terkejutnya
sang Putri, ia menemukan sebuah taman yang indah di pedalaman hutan. Di
tengah taman itu terdapat sebuah kolam yang airnya sangat jernih. Kolam
itu dikelilingi pula tanaman bunga yang beraneka warna. Putri pun tak
kuasa menahan rasa kagum menyaksikan pemandangan itu.
“Oh, pemandangan yang sungguh indah. Tapi, kenapa ada taman di tengah hutan ini?” heran sang Putri, “Siapa yang membuatnya?”
Putri
Giri Larang duduk di pinggir kolam lalu merendam kedua kakinya ke dalam
air. Setelah merasakan kesejukan air itu, ia lalu berpikiran ingin
mandi.
“Sebaiknya aku mandi saja di kolam ini untuk menghilangkan rasa letih,” gumamnya.
Sang
Putri pun segera menanggalkan pakaian dan meletakkannya di pinggir
kolam. Ia lalu mencebur ke dalam kolam dengan hanya mengenakan pakaian
dalam. Sejuknya air kolam itu terasa menusuk hingga ke ubun-ubunnya.
Ketika
sang Putri sedang asyik berendam di kolam itu, tanpa disadari ada
seorang lelaki setengah baya menuju ke kolam. Lelaki itu adalah seorang
patih dari sebuah kerajaan di Jawa yang bertugas merawat dan menjaga
kolam itu agar tetap bersih. Taman itu merupakan tempat Raja Jawa
beristirahat sepulang dari berburu.
Patih
itu terkejut begitu melihat seorang putri cantik sedang mandi di kolam.
Cepat-cepatlah ia bersembunyi di balik sebuah pohon besar sambil
mengawasi putri itu.
“Cantik sekali putri itu, bagaikan bidadari dari kahyangan,” kagum patih itu, “Tapi, siapa putri itu dan dari mana asalnya?”
Sang Patih tiba-tiba teringat pada rajanya yang sedang mencari pasangan untuk dijadikan permaisuri.
“Raja pasti tertarik pada putri itu,” pikirnya.
Tanpa
berpikir panjang, Patih itu segera mengambil pakaian sang putri.
Rupanya, sang Putri mengetahuinya. Ketika Putri naik ke darat hendak
merebut pakaiannya, Patih itu segera berlari. Sang Putri pun segera
mengejarnya, sang Patih sengaja memperlambat langkahnya agar sang putri
terus mengikutinya hingga ke istana.
Setiba di istana, Patih itu segera menyerahkan pakaian sang Putri kepada sang Raja.
“Ampun, Gusti. Hamba mempersembahkan sebuah bingkisan untuk Gusti,” sembah patih itu.
“Hai, pakaian siapa ini?” tanya sang Raja heran.
“Pakaian itu milik seorang putri. Putri itu sedang mandi di kolam Gusti,” ungkap patih itu, “Putri itu cantik jelita bagai bidadari. Barangkali saja Gusti tertarik padanya.”
“Wah, kamu memang Patih yang pengertian. Mana putri itu?” tanya sang Raja.
Belum sempat patih itu menjawab, tiba-tiba Putri Giri Larang muncul dan berteriak.
“Hai, pencuri. Cepat kembalikan pakaianku!” serunya, “Dasar kalian tidak sopan. Beraninya mencuri pakaian wanita yang sedang mandi.”
Jantung
sang Raja langsung berdetak kencang saat melihat kecantikan Putri Giri
Larang. Raja tersenyum lalu menyapa sang putri dengan kata-kata lembut.
“Maafkan kami atas perlakuan patihku, Putri cantik,” ucap sang Raja.
“Hai, pencuri. Cepat kembalikan pakaianku! Kalau tidak, aku hancurkan seluruh isi keraton ini!” ancam sang Putri.
“Sabar, Putri,” ujar sang Raja dengan tenang, “Kami tidak ingin mencari keributan. Sebaiknya Putri beristirahat dulu, setelah itu kami akan menyerahkan pakaian Putri.”
Dengan
kata-kata lembut sang Raja, hati Putri Giri Larang akhirnya luluh.
Setelah mandi dan beristirahat, ia pun berunding dengan sang Raja.
“Maaf, Putri. Kalau boleh saya tahu, siapa sebenarnya Putri dan berasal dari mana?” tanya sang Raja.
Putri
Giri Larang pun memperkenalkan namanya lalu menjelaskan asal-usulnya.
Mendengar penjelasan itu, sang Raja pun mengungkapkan isi hatinya.
“Begini. Sebenarnya aku memang sedang mencari istri untuk kujadikan permaisuri. Kebetulan sekali aku telah bertemu dengan Putri yang selama ini kudambakan. Bersediakah Putri menjadi permaisuriku?” pinang sang Raja.
Mendengar
permintaan itu, tiba-tiba sang Putri merasa sekujur tubuhnya menjadi
lemah. Kekuatannnya terasa tersedot oleh kekuatan gaib. Pada saat
itulah, ia baru tersadar dan teringat pada nasehat kakaknya dirinya
telah melewati perbatasan sebelah timur sehingga kesaktiannya hilang.
Dengan terpaksa, ia pun menerima lamaran sang Raja.
“Baiklah, aku terima lamaran Gusti. Tapi, dengan syarat kaum laki-laki tidak mencampuri urusan perempuan,” pinta sang Putri.
Sang
Raja menyanggupi permintaan itu. Beberapa hari kemudian, pernikahan
mereka pun dilangsungkan dengan amat meriah. Sejak itulah, putri
keturunan Pajajaran itu menjadi permaisuri Raja.
Suatu
hari, Putri Giri Larang menanak nasi, lalu pergi mandi. Beberapa saat
kemudian, diam-diam sang Raja membuka kuali yang airnya sedang mendidih.
Ia penasaran ingin mengetahui istrinya sedang masak apa. Alangkah
terkejut dia setelah membuka kuali itu yang ternyata isinya hanya
setangkai padi. Setelah mengamatinya sejenak, padi itu ia masukkan ke
kuali dan menutupnya kembali.
Putri
Giri Larang baru saja selesai mandi dan kembali ke dapur. Betapa
marahnya ia setelah mengetahui padi di dalam kuali tak kunjung matang.
Dengan perasaan kecewa, ia menghampiri suaminya.
“Engkau telah melanggar janjimu. Engkau telah berani membuka rahasia perempuan,” hardik sang Putri.
Tanpa
berkata-kata lagi, Putri Giri Larang segera meninggalkan istana menuju
keraton kakaknya. Setiba di sana, ia langsung merangkul kakaknya sambil
menangis.
“Maafkan Dinda! Dinda tidak menghiraukan nasehat Kanda,” tangis sang Putri.
Putri yang sedang hamil tua itu kemudian menceritakan semua peristiwa yang telah dialaminya.
“Sudahlah, Dinda. Lupakanlah semua kejadian yang sudah lalu,” ujar Giri Layang, “Beristirahatlah, kasian bayi yang ada di dalam kandunganmu.”
Selang
beberapa hari kemudian, Putri Giri Larang pun melahirkan seorang anak
laki-laki yang diberi nama Adipati Jatiserang. Kehadiran anak itu tentu
saja mencemaskan hati Pangeran Giri Layang. Ia khawatir kalau-kalau
tentara kerajaan suami adiknya datang menyerang hendak mengambil Adipati
Jatiserang. Kekhawatiran itu akhirnya datang juga ketika sang Pangeran
mendapat petunjuk dari kakeknya melalui mimpi bahwa mereka akan datang
mengambil keponakannya.
Pangeran Giri Layang pun segera berunding dengan patihnya Endang Capang serta para menterinya agar membuat kulah (lubang besar di bawah tanah) sebanyak empat buah. Keempat kulah
itu akan dijadikan sebagai tempat persembunyian keluarga keraton,
termasuk Putri Layang dan putranya. Tak berapa lama kemudian, tentara
kerajaan suami sang Putri yang dipimpin oleh Patih Mangkunagara dan
Patih Surapati pun tiba. Mereka pun langsung mencari Pangerang Giri
Layang serta Putri Giri Larang dan putranya.
“Hai, di mana Raja kalian?” tanya Patih Mangkunagara, “Kami ke mari mencari Putri Larang dan putranya.”
“Maaf, Tuan-Tuan! Pangerang Giri Layang dan Putri Giri Larang sudah wafat. Sementara Adipati Jatiserang, putra Putri Giri Larang, sedang menutut ilmu ke negeri seberang,” jawab patih Endang Capang.
Kedua
patih tersebut tidak percaya dengan jawaban itu. Akhirnya, Patih Endang
Capang segera membawa mereka ke tempat Pangeran Giri Layang dan Putri
Giri Larang bersembunyi. Karena tidak percaya, kedua patih Majapahit itu
berniat untuk menggali kulah yang mirip makam tersebut. Namun,
baru saja mereka mulai menggali, tiba-tiba seluruh badan mereka menjadi
lemas dan tak bertenaga. Rupanya, kekuatan mereka terhisap oleh
kesaktian Pangeran Giri Layang dari dalam kulah tersebut. Karena gagal melaksanakan tugas, Patih Mangkunagara pun memerintahkan tentaranya agar tidak pulang dulu ke istana.
“Para prajuritku, jangan ada yang pulang ke istana!” ujar patih itu, “Malulah rasanya pulang dengan tangan hampa. Sebaiknya kita ngalawung (bertemu berhadap-hadapan) saja di sini sambil menunggu Putri Giri Larang keluar sebab aku yakin ia bersembunyi.”
Seluruh tentara pun menetap di tempat tersebut. Untuk mengenang peristiwa ngawalung, maka tempat itu dinamakan Negara Girilawungan yang kini dikenal dengan sebutan Babakan Jawa.
* * *
Demikian cerita Asal Usul Nama Girilawungan
dari Jawa Barat. Ada pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas
yaitu akibat buruk dari sifat tidak mau mendengarkan nasehat seperti
Putri Giri Larang, dan akibat buruk dari sifat ingkar janji seperti sang
Raja yang melanggar syarat dari istrinya.
No comments:
Post a Comment