Karang Nini dan Bale Kambang
adalah sebuah cerita rakyat yang telah melegenda di kalangan masyarakat
Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Keberadaan sepasang batu karang yang biasa disebut Karang Nini dan Bale
Kambang di sekitar Pantai Karang Nini merupakan bukti dari cerita
legenda ini. Bagaimana kisah kedua batu karang di pantai tersebut? Ikuti
kisahnya dalam cerita Legenda Karang Nini dan Bale Kambang berikut ini!
* * *
Di Desa Karangtunjang atau yang kini bernama Desa Emplak, Jawa Barat, hiduplah sepasang suami istri bernama Aki Ambu Kolot dan Nini Arga
Piara. Sudah puluhan tahun mereka menikah, namun belum juga dikaruniai
momongan. Meskipun demikian, pasangan suami istri tersebut senantiasa
hidup rukun dan damai. Mereka saling menyayangi satu sama lain. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Aki Ambu Kolot setiap hari
menjelang malam pergi ke laut memancing ikan dan baru pulang pada esok
harinya. Hasil tangkapannya dijual ke pasar atau ditukar dengan
kebutuhan hidup lainnya. Jika memperoleh hasil tangkapannya melimpah,
sebagian dibuat ikan asin oleh Nini Arga Piara.
Suatu
sore, Aki Ambu sedang bersiap-siap untuk berangkat ke laut. Namun, sore
itu Aki Ambu itu terlihat lemas karena masuk angin. Meskipun demikian,
ia tetap bertekad berangkat ke laut. Sementara itu, Nini Arga yang
melihat keadaan suaminya seperti itu berusaha menasehati agar
mengurungkan niatnya.
“Aki, sebaiknya Aki beristirahat saja dulu di rumah. Bukankah Aki sedang tidak enak badan?” ujar Nini Arga.
“Tidak apa-apa, Ni. Kalau Aki tidak memancing satu hari saja, badan Aki terasa pegal-pegal. Lagipula, persediaan makanan untuk besok juga sudah habis,” jawab Aki Ambu dengan suara sedikit parau.
Bagi
Nini, alasan suaminya tersebut memang masuk akal. Jika sang suami tidak
berangkat tentu besok mereka akan kelaparan. Dengan pertimbangan itu,
maka ia pun merelakan suaminya pergi melaut.
“Baiklah, Ki. Tapi, janganlah terlalu memaksakan tenaganya. Jika sudah capai, cepatlah pulang,” ujar Nini Arga dengan perhatian.
“Baik, Ni. Aki akan segera pulang jika sudah memperoleh ikan yang cukup untuk persediaan besok,” kata Aki Ambu seraya mengecup kening sang istri tercinta.
Usai
berpamitan, Aki Ambu pun berangkat memancing dengan menggunakan perahu.
Setiba di tengah laut, kakek yang usianya mulai renta itu segera
melemparkan kailnya yang telah diberi umpan ke dalam air. Dengan sabar,
ia menunggu kailnya sambil bersiul-siul. Hari sudah gelap, namun belum
seekor ikan pun yang menyentuh umpannya. Oleh karena itu, ia sesekali
mengayuh perahunya ke tempat lain dengan harapan segera mendapatkan
ikan. Tapi, hingga larut malam, ia belum juga memperoleh hasil.
Tak
terasa, hari telah menjelang pagi. Ayam jantan sudah mulai berkokok
bersahut-sahutan. Nini Arga yang menunggu di rumah cepat-cepat bangun
untuk menyiapkan sarapan untuk suaminya yang tidak lama lagi akan
kembali dari melaut. Tak berapa lama kemudian, hidangan sarapan telah
siap. Namun, Aki Ambun belum juga pulang.
“Hari sudah pagi, tapi kenapa Aki belum pulang juga?” gumam Nini Arga dengan cemas, “Tidak biasanya Aki pulang sampai siang begini.”
“Ah, mungkin Aki ketiduran di atas perahunya karena kecapaian,” gumamnya lagi berusaha menepis perasaan cemas di dalam hatinya.
Sambil
menunggu kepulangan suaminya, Nini Arga mengerjakan pekerjaan rumah
lainnya seperti membereskan rumah dan mencuci pakaian. Hingga hari
menjelang siang, suami yang dicintainya itu tak kunjung tiba. Nenek itu
pun semakin cemas dan gelisah. Hingga sore hari, Aki Ambun belum juga
pulang. Akhirnya, Nini Arga memutuskan untuk pergi mencarinya di sekitar
pantai. Ia pun menyusuri pantai itu hingga larut malam, namun sang
suami belum juga ditemukannya. Meskipun demikian, nenek itu tidak putus
asa. Ia pun melanjutkan pencarian pada esok harinya bersama dengan para
warga. Sudah seharian mereka mencarinya ke mana-mana, namun hasilnya
tetap nihil. Akhirnya, semua warga kembali ke perkampungan. Maka
tinggallah Nini Arga seorang diri di tepi pantai merenungi nasibnya
sambil berdoa.
“Ya, Tuhan! Pertemukan kembali hamba dengan suami hamba,” ucapnya dengan khusyuk.
Rupanya,
Tuhan Yang Mahakuasa mendengar doa Nini Arga. Tidak lama setelah ia
berdoa, tiba-tiba sebuah batu karang yang mengambang muncul di
hadapannya. Bersamaan dengan itu, Nini dikejutkan oleh sebuah suara gaib
yang menyapanya.
“Ketahuilah, Nini. Batu karang yang mengambang di hadapanmu itu adalah penjelmaan Aki Ambun. Jadi, janganlah kamu berharap Aki akan kembali hidup bersamamu,” ujar suara gaib itu.
Betapa
terkejut Nini Arga mendengar suara gaib itu. Ia benar-benar tidak
pernah mengira sebelumnya jika suami yang amat dicintainya akan
mengalami nasib seperti itu. Namun, ia menyadari bahwa semua itu sudah
menjadi takdir dari Tuhan Yang Mahakuasa. Ia pun naik duduk di atas batu
karang itu sambil meneteskan air mata. Karena cinta kasih dan
kesetiaannya kepada sang suami, Nini Arga kemudian turun dari batu
karang itu lalu duduk bersimpuh di hadapannya seraya berdoa agar dirinya
diubah menjadi batu karang seperti halnya Aki Ambu.
“Ya, Tuhan! Hamba amat mencintai Aki. Hamba ingin selalu bersamanya. Ubahlah wujud hamba menjadi seperti Aki!” pinta Nini Arga sambil meneteskan air mata.
Tuhan
Maha Mendengar dan Maha Mengetahui semua keluh kesah hambanya.
Permintaan Nini Arga pun dikambulkannya. Langit tiba-tiba menjadi gelap.
Selang beberapa saat kemudian, petir pun menyambar-nyambar disertai
hujan deras. Bersamaan dengan itu, Nini Arga pun menjelma menjadi batu
yang menghadap ke arah batu karang perwujudan suaminya, Aki Ambu. Bentuk
batu karang itu menyerupai bentuk tubuh si Nini. Oleh masyarakat
setempat, batu karang itu dinamai Karang Nini, sedangkan batu karang
penjelmaan Aki Ambu dinamai Bale Kambang, yang berarti batu mengambang.
Sepasang
batu batu karang yang berhadap-hadapan tersebut tetap kokoh hingga
berabad-abad lamanya. Namun, sekitar tahun 1918, batu karang yang
menyerupai wujud Nini Arga itu tersambar petir hingga terputus. Hingga
saat ini, kedua batu karang tersebut masih dapat kita saksikan di
sekitar pantai tersebut yang kini dinamakan Pantai Karang Nini.
* * *
Demikian cerita Legenda Karang Nini dan Bale Kambang
dari Jawa Barat. Pesan moral yang dapat diambil dari cerita di atas
untuk dijadikan suri teladan dalam kehidupan sehari-hari adalah sifat
setia seperti yang dimiliki oleh Nini Arga Piara. Sebagai seorang istri,
ia selalu setia melayani suaminya dengan baik dan penuh perhatian.
Sifat setia ini menjadi salah satu sumber dari lahirnya sifat setia
kawan dan perasaan senasib. Karena kesetiaannya, Nini Arga Piara rela
mendampingi sang suami untuk selama-lamanya walaupun dalam wujud batu
karang.
No comments:
Post a Comment