Putri
Kandita adalah putri Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pakuan Pajajaran,
Bogor, Jawa Barat. Selain parasnya yang cantik, ia juga memiliki sifat
arif dan bijaksana. Itulah sebabnya, ia sangat disayang oleh ayahnya dan
dicalonkan sebagai penerus tahta kerajaan. Rupanya, perlakuan Prabu
Siliwangi terhadap Putri Kandita tersebut menimbulkan kecemburuan dari
para selir dan putra-putri sang Prabu yang lain. Mereka kemudian
bersekongkol untuk menyingkirkan Putri Kandita dan ibunya dari istana
Pakuan Pajajaran. Bagaimanakah nasib Putri Kandita selanjutnya? Ikuti
kisahnya dalam cerita Putri Kandita berikut ini!
Putri
Kandita memiliki paras yang cantik melebihi kecantikan ibunya. Ia
merupakan putri kesayangan Prabu Siliwangi. Ketika ia mulai dewasa,
sifat arif dan bijaksana seperti yang dimiliki oleh sang ayah mulai
muncul pada dirinya. Tidak mengherankan jika Prabu Siliwangi bermaksud
mencalonkan Putri Kandita sebagai penggantinya kelak. Namun, rencana
tersebut ternyata tidak disukai oleh para selir dan putra-putrinya yang
lain. Oleh karena itu, mereka pun bersekongkol untuk mengusir Putri
Kandita dan ibunya dari istana.
Suatu malam, para selir Prabu Siliwangi dan putra-putri mereka mengadakan pertemuan rahasia di dalam istana.
“Bagaimana cara menyingkirkan Putri Kandita dan permaisuri dari istana ini tanpa sepengetahuan Prabu?” tanya salah seorang selir.
“Kita harus berhati-hati karena jika Prabu mengetahui rencana ini, maka kita semua akan binasa,” ujar selir yang lain.
Sejenak,
suasana pertemuan itu menjadi hening. Semuanya sedang berpikir keras
untuk mencari cara yang paling tepat agar rencana mereka dapat
terlaksana tanpa sepengetahuan Prabu Siliwangi.
“Sekarang aku tahu caranya,” sahut seorang selir yang lain memecah suasana keheningan.
“Apakah caramu itu?” tanya semua peserta rapat serentak.
“Aku mempunyai kenalan seorang dukun yang terkenal dengan kesaktian ilmu hitamnya. Dukun itu pasti mau membantu kita jika kita memberinya upah yang besar,” jawab selir itu.
Semua
peserta rapat setuju dengan cara tersebut. Pada esok hari, para selir
mengutus seorang dayang-dayang istana untuk menemui dukun itu di
gubuknya di sebuah desa yang letaknya cukup jauh dari istana. Setelah
menjelaskan maksud kedatangannya, utusan itu kemudian menyerahkan
sejumlah keping uang logam emas kepada sang dukun. Tanpa berpikir
panjang, sang dukun pun langsung menyanggupi permintaan para selir
tersebut.
Setelah
utusan selir itu kembali ke istana, sang dukun segera melaksanakan
tugasnya. Dengan ilmu yang hitam dimiliki, dukun itu menyihir Putri
Kandita dan ibunya dengan penyakit kusta sehingga sekujur tubuh mereka
yang semula mulus dan bersih, timbul luka borok dan mengeluarkan bau
tidak sedap. Prabu Siliwingi heran melihat penyakit borok itu tiba-tiba
menyerang putri dan permaisurinya secara bersamaan. Ia pun segera
mengundang para tabib untuk mengobati penyakit tersebut.
Para
tabib dari berbagai negeri sudah didatangkan, namun tak seorang pun
yang mampu menyembuhkan penyakit Putri Kandita dan sang permaisuri.
Bahkan, penyakit sang permaisuri semakin hari semakin parah dan
menyebarkan bau busuk yang sangat menyengat. Tubuhnya pun semakin lemah
karena tidak mau makan dan minum. Selang beberapa hari kemudian, sang
permaisuri menghembuskan nafas terakhirnya.
Kepergian
sang permaisuri benar-benar meninggalkan luka yang sangat dalam bagi
seluruh isi istana, khususnya Prabu Siliwingi. Sejak itu, ia selalu
duduk termenung seorang diri. Satu-satunya harapan yang dapat mengobati
kesedihannya adalah Putri Kandita. Namun harapan itu hanya tinggal
harapan karena penyakit sang putri tak kunjung sembuh. Keadaan itu pun
tidak disia-siakan oleh para selir dan putra-putrinya. Mereka bersepakat
untuk menghasud Prabu Siliwangi agar segera mengusir Putri Kandita dari
istana.
“Ampun, Baginda Prabu! Izinkanlah Hamba untuk menyampaikan sebuah saran kepada Baginda,” pinta seorang selir.
“Apakah saranmu itu, wahai selirku? Katakanlah,” jawab Prabu Siliwingi.
“Bagini Baginda. Kita semua sudah tahu bahwa keadaan penyakit Putri Kandita saat ini semakin parah dan sulit untuk disembuhkan. Jika sang putri dibiarkan terus tinggal di istana, Hamba khawatir penyakitnya akan membawa malapetaka bagi negeri ini,” hasud seorang selir.
Mulanya,
Prabu Siliwangi merasa berat untuk menerima saran itu karena begitu
sayangnya kepada Putri Kandita. Namun karena para selir terus
mendesaknya, maka dengan berat hati ia terpaksa mengusir Putri Kandita
dari istana. Dengan hati hancur, Putri Kandita pun meninggalkan istana
melalui pintu belakang istana. Ia berjalan menuruti ke mana kakinya
melangkah tanpa arah dan tujuan yang pasti. Setelah berhari-hari
berjalan, Putri Kandita tiba di pantai selatan. putri Prabu Siliwingi
yang malang itu bingung harus berjalan ke mana lagi. Di hadapannya
terbentang samudera yang luas dan dalam. Tidak mungkin pula ia kembali
ke istana.
“Ah, aku letih sekali. Lebih baik aku beristirahat dulu di sini,” keluh Putri Kandita seraya merebahkan tubuhnya di atas sebuah batu karang.
Sang
Putri tampak begitu kelelahan sehingga dalam beberapa saat saja ia
langsung tertidur. Dalam tidurnya, ia mendengar sebuah suara yang
menegurnya.
“Wahai, Putri Kandita! Jika kamu ingin sembuh dari penyakitmu, berceburlah ke dalam lautan ini! Niscaya kulitmu akan pulih seperti sediakala,” ujar suara itu.
Putri Kandita pun cepat-cepat bangun setelah mendengar suara itu.
“Apakah aku bermimpi?” gumamnya sambil mengusap-usap matanya tiga kali.
Setelah itu, sang Putri mengamati sekelilingnya, namun tak seorang pun yang dilihatnya.
“Aku mendengar suara itu dengan sangat jelas. Tetapi kenapa tidak ada orang di sekitar sini? Wah, jangan-jangan ini wangsit,” pikirnya.
Meyakini
suara itu sebagai sebuah wangsit, Putri Kandita pun menceburkan diri ke
laut. Sungguh ajaib! Saat menyentuh air, seluruh tubuhnya yang
dihinggapi penyakit kusta berangsur-angsur hilang hingga akhirnya
kembali menjadi halus dan bersih seperti sediakala. Tidak hanya itu,
putri kesayangan Prabu Siliwingi itu juga menjadi putri yang sakti
mandraguna.
Meskipun
telah sembuh dari penyakitnya, Putri Kandita enggan untuk kembali ke
istana. Ia lebih memilih untuk menetap di pantai sebelah selatan wilayah
Pakuan Pajajaran itu. Sejak menetap di sana, ia dikenal luas ke
berbagai kerajaan yang ada di Pulau Jawa sebagai putri yang cantik dan
sakti. Para pangeran dari berbagai kerajaan pun berdatangan untuk
melamarnya. Menghadapi para pelamar tersebut, Putri Kandita mengajukan
sebuah syarat yaitu dirinya bersedia dipersunting asalkan mereka sanggup
mengalahkan kesaktiannya, termasuk bertempur di atas gelombang laut
yang ada di selatan Pulau Jawa. Namun, jika kalah adu kesaktian itu,
maka mereka harus menjadi pengikut Putri Kandita.
Dari
sekian banyak pangeran yang beradu kesaktian dengan Putri Kandita, tak
seorang pun dari mereka yang mampu mengalahkan kesaktian sang Putri.
Dengan demikian, para pelamar tersebut akhirnya menjadi pengikut Putri
Kandita. Sejak itulah, Putri Kandita dikenal sebagai Ratu Penguasa Laut
Selatan Pulau Jawa.
* * *
Demikian cerita Putri Kandita
dari daerah Bogor, Jawa Barat. Pesan moral yang dapat dipetik dari
cerita di atas adalah bahwa orang yang teraniaya seperti Putri Kandita
akan ditolong oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Putri Kandita sebagai korban
penganiayaan para selir Prabu Siliwingi dapat sembuh dari penyakit kusta
berkat pertolongan Tuhan melalui wangsit yang diterimanya.
Pesan
moral lain yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa orang
yang memiliki sifat iri hati dan dengki seperti para selir dapat
melakukan kejahatan apa saja demi mencapai cita-citanya. Para selir tega
mengusir Putri Kandita dari istana karena merasa iri terhadap sang
Putri sebagai calon penerus tahta Kerajaan Pakuan Pajajaran.
No comments:
Post a Comment